Inovasi
budidaya penyu sangat dibutuhkan dalam rangka menjaga kelestarian hewan yang
hampir punah ini. Penyu merupakan hewan yang hampir seluruh hidupnya di
perairan laut dengan pertumbuhan yang cukup lambat sehingga dibutuhkan
pengawasan yang ketat agar tidak terjadi kepunahan pada hewan yang satu ini.
Selain pengawasan juga dapat dilakukan konservasi atau budidaya yang dapat
meningkatkan populasinya.
Sesungguhnya
ada beberapa jenis (species) penyu laut yang hidup di perairan . Diantaranya
penyu hijau atau dikenal dengan nama green turtle
(Chelonia mydas), penyu sisik atau dikenal dengan nama Hawksbill turtle
(Eretmochelys imbricata), penyu lekang atau dikenal dengan nama Olive ridley
turtle (Lepidochelys olivacea), penyu belimbing atau dikenal dengan nama
Leatherback turtle (Dermochelys olivacea), penyu pipih atau dikenal dengan nama
Flatback turtle (Natator depressus) dan penyu tempayan atau dikenal dengan nama
Loggerhead turtle (Caretta caretta). Dari jenis ini Penyu Belimbing adalah
penyu terbesar dengan ukuran mencapai 2 meter dengan berat 600 – 900 kg. Yang
terkecil adalah penyu lekang dengan ukuran paling besar sekitar 50 kg.
Penyu
hijau adalah salah satu jenis penyu laut yang umum dan jumlahnya lebih banyak
di banding beberapa penyu lainnya. Penyu laut, umumnya bermigasi dengan jarak
yang cukup jauh dengan waktu yang tidak terlalu lama. Kita mungkin masih ingat
salah satu adegan dalam film Nemo, saat induk jantan Nemo bertemu dengan
gerombolan penyu hijau yang bermigrasi. Tidak persis sama dengan pola migrasi
penyu umumnya, namum jelas memberikan gambaran bahwa penyu laut bermigrasi
sebagai rangkaian dari siklus hidupnya. Pernah di laporkan migrasi penyu hijau
yang mencapai jarak 3.000 km dalam 58 – 73 hari. Beberapa penelitian lain mengungkapkan
bahwa penyu yang menetas di perairan Indonesia, ditemukan di sekitar perairan Hawai.
Penyu
laut khususnya penyu hijau adalah hewan pemakan tumbuhan (herbivore) namun
sesekali dapat menelan beberapa hewan kecil. Hewan ini sering di laporkan
beruaya di sekitar padang lamun (seagrass) untuk mencari makan, dan kadang di
temukan memakan macroalga di sekitar padang alga. Pada padang lamun hewan ini
lebih menyukai beberapa jenis lamun kecil dan lunak seperti (Thalassia
testudinum, Halodule uninervis, Halophila ovalis, and H. ovata). Pada padang
alga, hewan ini menyukai (Sargassum illiafolium and Chaclomorpha aerea). Pernah
di laporkan pula bahwa penyu hijau memakan beberapa invertebrate yang umumnya
melekat pada daun lamun dan alga.
Induk
betina dari hewan ini hanya sesekali kedaratan yaitu untuk meletakkan telur-telurnya
di darat pada meida pasir yang jauh dari pemukiman penduduk. Seekor induk
betina penyu hijau, dapat melepaskan telur-telurnya sebanyak 60 – 150 butir,
dan secara alami tanpa adanya perburuan oleh manusia, hanya sekitar 11 ekor
anak yang berhasil sampai kelaut kembali untuk berenag bebas untuk tumbuh
dewasa. Beberapa peneliti pernah melaporkan bahwa presentase penetasan telur
hewan ini secara alami hanya sekitar 50 % dan belum di tambah dengan adanya beberapa
predator-predator lain saat mulai menetas dan saat kembali kelaut untuk
berenang. Predator alami di daratan misalnya kepiting pantai (Ocypode saratan,
Coenobita sp.), Burung dan tikus. Dilaut, predator utama hewan ini antara lain
ikan-ikan besar yang beruaya di lingkungan perairan pantai.
Konservasi penyu sudah dilakukan di beberapa tempat di Indonesia, namun setelah tukik dikembalikan ke habitatnya hanya 1% tukik yang kemungkinan akan hidup hingga dewasa. Hal ini sangat mengkhawatirkan, karena penyu merupakan hewan yang sangat unik dan hanya ada sedikit spesisnya di dunia, bahkan sekitar 85% spesies penyu berada di Indonesia.
Konservasi penyu sudah dilakukan di beberapa tempat di Indonesia, namun setelah tukik dikembalikan ke habitatnya hanya 1% tukik yang kemungkinan akan hidup hingga dewasa. Hal ini sangat mengkhawatirkan, karena penyu merupakan hewan yang sangat unik dan hanya ada sedikit spesisnya di dunia, bahkan sekitar 85% spesies penyu berada di Indonesia.
Gambar
penyu
Inovasi
untuk membudidaya penyu sangatlah dibutuhkan untuk menjaga konsistensi jumlah
penyu yang sudah mendekati punah. Dengan adanya inovasi budidaya penyu di
Indonesia diharapkan akan adanya penambahan jumlah penyu yang hoidup hingga
dewasa sehingga keindahan hewan purba yang masih ada ini dapat dinikmati oleh
semua orang.
Kalau dulu orang menyangka tidak mungkin manusia bisa ke bulan, dan sekarang bisa, kenapa kalau orang mengira budidaya penyu itu tidak mungkin, maka mungkin itu akan terjadi …
Kalau dulu orang menyangka tidak mungkin manusia bisa ke bulan, dan sekarang bisa, kenapa kalau orang mengira budidaya penyu itu tidak mungkin, maka mungkin itu akan terjadi …
A.
Teknik Penangkaran Penyu
Penangkaran penyu pada hakikatnya mempunyai
tujuan yang mulia yaitu sebagai pengembangbiakan jenis biota laut
langka seperti penyu sehingga
populasinya dapat terjaga dengan cara meningkatkan peluang hidupnya. Akan
tetapi penangkaran menghasilkan penyu dengan keturunan F2 membutuhkan waktu 30
tahun untuk menghasilkan keturunan pertama. Waktu yang lama itu akan sangat
membutuhkan banyak biaya yang perlu dikeluarkan sebagai sarana dan prasarana
kegiatan ini. Oleh karena itu, beberapa tukik yang telah menetas akan
dilepaskan kealam dengan menarik wisatawan baik dalam edukasi, penelitian
maupun wisata untuk menghasilkan pemasukan yang akan digunakan dalam perawatan
budidaya penyu itu sendiri.
Jumlah
tukik yang dibesarkan hanya sebagian kecil saja yang diukur dari dukungan dan
fasilitas yang dimiliki agar pertumbuhannya dapt optimal dan berkembang biak dengan
baik.
Secara
teknis, kegiatan penangkaran meliputi pemindahan telur, penetasan telur,
pemeliharaan tukik, dan pelepasan tukik.
a.
pemindahan telur
relokasi
dilakukan untuk menjaga telur dari pradatornya. Pemindahan telur harus
hati-hati dan dilakukan bersamaan dengan profesional karena sangat rentan
terjadi kematian jika tidak sesuai dengan prosedur.
Cara-cara
pemindahan telur penyu dari pasir ke incubator yaitu:
1.
membersihkan lokasi penetasan baru
2.
membran embrio telur penyu sangat mudah robek jika telur penyu mengalami
perputaran rotasi.
3.
pemindahan dilakukan secara hati-hati dengan menggunakan ember yang telah
dilandasi dengan karung agar tetap hangat.
4.
jangan lakukan penyucian pada telur dan harus di segerakan menanam kembali
telur seperti kondisi asilnya, biasanya sekitar 60-100 cm.
5.
ukuran dan bentuk lubang juga harus menyerupai aslinya.
6.
jarak penanaman telur satu dengan lainnya agar diatur agar tidak terinjak saat
ingin meletakan telur yang baru datang.
7.
ketika ditanam telur penyu harus ditutupi dengan pasir yang lembab.
8.
peletakan juga harus dilakukan dengan hati-hati agar dapat meminimalisir
terjadinya kegagalan dalam penetasan.
9.
diperingatkan pemindahan harus dengan ahlinya.
Gambar
pemindahan telur penyu
b.
penetasan telur penyu
lokasi
penetasan penyu yang alami biasanya berada pada diatas daerah supratidal yaitu
daerah dimana sudah tidak ada pengaruh pasang tertinggi. Lokasi tersebut, dapat
dibuat beberapa lubang penyu buatan sebagai tempat penetasan telur semi alami. Lokasi
penetasan sebaiknya diberi pagar mengeliling agar tidak terinjak oleh
pengunjung, dan setiap lubangnya diberi tanda agar tidak terinjak pada saat
telur baru akan dimasukkan.
Gambar
dapat dilihat di bawah ini.
Gambar
lokasi penetasan telur
proses
penetasan telur penyu dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1.
penetasa telur penyu terjadi selama kurang lebih 45-60 hari.
2.
segera lepaskan tukik yang telah menetas kelaut dan sebagian di pindah kedalam
bak yang akan digunakan sebagai edukasi, penelitian, budidaya dan wisata.
tukik baru muncul
c. pembesaran tukik
pembesaran
tukik dapat dilakukan dengan sistem rearing di pantai, pembesaran tukik menjadi
penye muda atau sampai dewasa termasuk tukik yang cacat fisik sejak lahir. Pembesaran
juga dilakukan di daerah subtidal untuk menghindari siklus gelombang laut pada
bulan mati dan bulan purnama.
Kegiatan
pembesaran tukik dapat dilihat sebagai berikut:
1.
setelah telur menetas maka pindahkan tukik-tukik ke bak pemeliharaan. Bak yang
digunakan merupakan bak fiber atau keramik. Ketinggian air dalam bak
pemelliharaan dibuat berkisar antara 5- 10 cm, mengingat tukik yang baru
menetas tidak mampu menyelam. Sedangkan kondisi air yang digunakan dalam
pemeliharaan adalah 250C. krpadatan yang digunakan yaitu 25 ekor per
lokasi pemeliharaan.
2.
pemberian pakan
Tukik
diberimakan secara rutin setelah 2 hari dari menetas nya telur dan jika
terlihat ada yang sakit maka harus segera dipisahkan agar tidak menular
keteman-temannya. Pakan yang diberikan yaitu dengan menggunakan udang kering
atau ebi dan sekali-kali diberikan ikan rucah yang di cacah. Pemberian selada
dan daun kol sesekali dapat diberikan. Pakan yang diberikan sebanyak 2 kali
sehari sebanyak 10-20% dari berat tubuh tukik. Waktu pemberian pakan tukik
adalah pagi dan sore hari.
3.
Manageman kualitas air
Air
yang kotor akibat sisa pakan dapat menimbulkan berbagai penyakit yang dapat
menyerang mata dan kulit tukik. Pengontrolan kualitas air dilakukan setelah
pemberian pakan. Metode pemeliharaan akan lebih baik jika menggunakan sistem
resirkulasi dan harus mengganti air sebanyak sehari sekali.
4.
Perawatan tukik
Tukik
yang ada dalam kolam pemeliharaan biasanya saling menggigit antara satu dengan
yang lainnya. Hal ini menyebabkan tukik menjadi terluka. Tukik yang terluka
harus segera dipisahkan dan diberikan obat berupa larutan KmnO4 dalam
kolamnya.
5.
Pelepasan tukik
Pelepasan
tukik kelaut harus dipilih tukik yang benar-benar siap atau terlihat cukup
besar untuk dapat bertahan hidup di laut bebas. Pelepasan ini bertujuan untuk
menjaga populasi penyu yang ada dilaut. Pelepasan tukik dilakukan pada waktu
malam hari yaitu jam 19.00-05.30 waktu daerah setempat. Hal ini diharapkan agar
tukik tidak mudah dimangsa oleh predator.
Referensi
:
Direktorat
Konservasi dan Taman Nasional Laut, Direktorat Jenderal Kelautan,
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan RI.Pedoman
Teknis Pengelolaan Konservasi Penyu. Jl. Medan Merdeka Timur No.16 Jakarta
Pusat – Indonesia.